Cyber Crime: Kejahatan Finansial dan Ekonomi di Era 4.0

Banyak yang mengalami kesulitan ekonomi ekstrem akibat efek berkepanjangan dari pandemi Covid-19. Anjloknya suku bunga dan meningkatnya inflasi menyebabkan periode ketidakpastian yang berkelanjutan, baik bagi bank maupun masyarakat umum. Eva Crouwel, Head of Financial Crime di Luno membagikan pemikirannya tentang tren pada masa mendatang.
Kesulitan Ekonomi Meningkatkan Kasus Penipuan
Di tengah kesulitan ekonomi, seseorang akan merasakan tekanan untuk mengganti uang yang telah hilang. Hal tersebut bisa jadi karena pengembalian investasi yang lebih rendah daripada harapan atau karena penghasilan yang lebih kecil daripada sebelumnya. Tekanan ini tentunya bisa menjadi pemicu yang ideal bagi kasus-kasus penipuan berbahaya. Orang akan mengabaikan apa yang sebelumnya tampak mencurigakan.
Salah satu kesalahpahaman umum tentang penipuan dan siapa yang menjadi sasaran adalah mayoritas dari negara-negara yang kurang berkembang secara ekonomi. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang masalah itu. Namun, karena kali ini tidak ada negara yang luput dari kesulitan ekonomi akibat pandemi, Eva percaya bahwa akan ada lebih banyak korban dari negara-negara maju.
Perkembangan lain terjadi karena lingkungan kerja jarak jauh telah mengubah dinamika kekuasaan bos-karyawan. Di satu sisi, kondisi ini dapat dilihat sebagai langkah positif untuk mencapai kehidupan kerja yang seimbang. Di sisi lain, transfer teknologi telah membuka peluang ancaman penyerangan di dunia maya dan ransomware.
Adopsi Kripto dan Kewaspadaan yang Meningkat
Namun, tidak semua tren bersifat negatif. Walaupun adopsi cryptocurrency yang meningkat juga mendorong penipuan semakin kreatif, Eva juga mencatat terjadinya peningkatan besar terhadap kewaspadaan pemilik kripto dalam memantau aset mereka secara proaktif.
Eva mengatakan bahwa orang-orang mulai lebih sadar terhadap keamanan kripto mereka sendiri. Pemilik kripto lebih aktif melaporkan ketidakberesan yang terjadi dengan dompet atau detail pribadi mereka.
Meskipun demikian, hal ini masih melewati proses yang panjang. Secara ekonomi, negara-negara yang dianggap lebih maju adalah negara yang ada di Barat. Hal yang sama tidak bisa diperlakukan terhadap adopsi teknologi.
Menurut Eva, negara-negara yang kurang berkembang secara ekonomi, seperti Afrika Selatan dan benua Afrika secara keseluruhan, telah mengadopsi teknologi keuangan yang bermanfaat seperti verifikasi biometrik dengan kecepatan yang jauh lebih cepat daripada mereka yang ada di Eropa.
Verifikasi biometrik adalah proses verifikasi menggunakan karakteristik yang menentukan dari seorang individu, seperti sidik jari atau fitur wajah. Verifikasi biometrik di Afrika Selatan telah digunakan selama bertahun-tahun. Uang berpindah tangan di Afrika pada tingkat yang jauh lebih tinggi daripada di Eropa. Nasabah di Afrika memiliki sikap yang jauh lebih adaptif terhadap adopsi fintech.
Meskipun tampaknya tidak terlalu penting, inovasi yang dibawa oleh adopsi fintech yang cepat, seperti penggunaan biometrik, adalah alat penting untuk memberantas penipuan peniruan identitas dan pengambilalihan akun.
Pandemi yang kemungkinan akan terus berlanjut membuat prevalensi kejahatan keuangan dalam segala bentuk dan ukuran akan terus meningkat. Namun, tidak semua merupakan malapetaka dan kesuraman. Eva membuktikan bahwa kesadaran keuangan banyak orang telah meningkat dari waktu ke waktu karena adopsi kripto yang terus meningkat.
Terlepas dari perubahan yang terus terjadi pada lanskap ekonomi dan kejahatan keuangan, ada satu hal yang akan selalu relevan. Jika sesuatu terlihat terlalu bagus sebagai kenyataan, mungkin memang demikian adanya. Karena itu, ada baiknya tetap waspada di tengah zaman yang semakin maju.